Andragogi, yaitu proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam
suatu struktur pengalaman belajar. Semula cara mendidik orang dewasa
disamakan dengan cara mendidik anak-anak di bangku pendidikan formal
(pedagogi). Akan tetapi, terdapat perbedaan penting antara orang dewasa
dan anak-anak, sehingga andragodi terpisah menjadi ilmu sendiri. Istilah
andragogi ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik
dari Jerman, di tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori
pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles
[wikipedia.com].
Meskipun variatif dan cara mengekspresikan emosinya berbeda-beda,
kelemahan orang dewasa adalah mudah tersinggung. Sangat penting untuk
menjadikan orang dewasa jangan tersinggung dengan menghindari perilaku
merendahkan, mengecewakan dan mempermalukan. Orang dewasa justru akan
senang bila dimotivasi dan dibuat senang. Sikap menghargai ini, akan
memudahkan masuknya pesan yang ingin disampaikan.
Orang dewasa tidak menyukai hal-hal teoritis dan cenderung menyukai
sesuatu yang praktis sesuai peran sosialnya (pekerjaan, tanggung jawab,
kebutuhan). Andragogi biasanya dimanfaatkan oleh profesi yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti penyuluh, fasilitator,
motivator, politikus dan profesi lain.
Dalam Andragogi inilah,
kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop, Pelatihan Outbond,dll, dan
dari konsep Pendidikan Andragogy inilah kemudian muncul konsep-konsep
Liberalisme pendidikan, Liberasionisme pendidikan dan Anarkisme pendidikan.
Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan
memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa
sebagaimana cara menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari
secara efektif.
Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang
menganggap bahwa kita musti segera melakukan perombakan berlingkup besar
terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk
memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan
potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah
bersifat obyektif namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada
siswa bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan juga
mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam
pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan. Dengan kata
lain, liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem kebenaran yang
terbuka. Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan dan mempromosikan
program-program sosial konstruktif dan bukan hanya melatih pikiran siswa.
Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung
oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan fakta-fakta yang ada. Hal ini sejalan
dengan pendapat Aristoteles tentang prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana
pengkajian fakta-fakta, mencari ‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas
kenyataan. Anarkisme pendidikan pada umumnya menerima sistem penyelidikan
eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah).
Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan
bahwa harus meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan
terhadap perilaku personal, bahwa musti dilakukan untuk membuat masyarakat yang
bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan terbaik terhadap
pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat perombakan
humanistik berskala besar yang mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara
menghapuskan sistem persekolahan sekalian.
sumber : www.oocities.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar